Paper Pancasila

Paper Pancasila


2.1 Pengertian Etika
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut lingkungan masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi tentang segala sesuatu yang ada se­dangkan kelompok kedua membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Misalnya hakikat manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan, tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden­.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi. dua ke­lompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kr­itis dan mendasar tentang ajaran-ajaran danpandangan-pandangan moral. itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita  harus menggambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum merupakan prinsip­- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip Etika khusus dibagi  menjadi etika indi­vidu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika so­sial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam­ hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai "susila" dan "tidak susila", "baik" dan "buruk". Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dila­wankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan  dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikata­kan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :
1.         Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
2.         Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etikaindividual) maupun mahluk sosial (etikasosial).

2.2       Pengertian Nilai,  Norma, dan Moral

2.1.1 Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian,maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Nilai atau “value” (bahas Inggris) termasuk bidang kajian filsafat, persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu filsafat nilai (Axiology, theory of value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya “kebiasaan” (wath) atau kebaikan (goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena, 229)
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang  berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi-segi kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Oleh karena itu,  Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat pada enam macam, yaitu : nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
Di dalam Dictionary of sosiology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok, ( the believed capacity of any object to statistfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek itu sendiri.Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita – cita, harapan – harapan, dambaan – dambaan dan keharusan.
2.1.2 Pengertian Norma
Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu. Norma sesungguhnya perwujudkan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh sebab itu, norma  dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dapat dipatuhi, yang dikenal dengan sanksi, misalnya:
a.       Norma agama, dengan sanksinya dari Tuhan
b.      Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri sendiri.
c.       Norma kesopanan, dengan sanksinya berupa mengucilkan dalam pergaulan masyarakat.
d.      Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda yang dipaksakan    oleh alat Negara.

2.1.3 Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya ,dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggap tidak bermoral.  Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya.

2.3       Pengertian Hierarkhi Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu –masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya  nilai-nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
1.      Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak.
2.      Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni  jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum.
3.      Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni.
4.      Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah  modalitas  nilai dari yang suci.
Walter G . everet menggolongkan nilai – nilai manusiawi kedalam delapan kelompok yaitu:
1.      Nilai-nilai ekonomis
2.      Nilai-nilai kejasmanian
3.      Nilai-nilai hiburan
4.      Nilai-nilai sosial
5.      Nilai-nilai watak
6.      Nilai-nilai estetis
7.      Nilai-nilai intelektual
8.      Nilai-nilai keagamaan
Sementara itu, Notonagoro membedakan menjadi tiga, yaitu :
1.      Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia.
2.      Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
3.      Nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
a.       Nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta manusia.
b.      Nilai keindahan/estetis yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia.
c.       Nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
d.      Nilai religius yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak.
Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan kriteria sehingga merupakan suatu keharusan  anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai  pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
Dari macam – macam nilai, dapat dikemukakan bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bewujud material saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non material atau immatrial. Notonagoro berpendapat bahwa nilai – nilai pancasila tergolong nilai – nilai kerokhanian, tetapi nilai – nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan vital. Dengan demikian nilai – nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik nilai matrial, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai moral, maupun nili kesucian yang sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila Ketuhanan yang Maha Esa sebagai ‘dasar’ sampai dengan sila Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai ‘tujuan’.


Nilai Dasar, Nilai Instrumental, Nilai Praksis
Dalam kaitannya dengan deriviasi atau penjabaran maka nilai-nilai dapat di kelompokan menjadi tiga macam yaitu nilai dasar, nilai intrumental, nilai praksis.

A. Nilai Dasar
Nilai dasar ini besifat universal karena menyangkut hakikat kenyataan objektif segala sesuatu misalkan hakikat Tuhan, manusia dengan segala sesuatu lainnya. Demikian juga hakekat nilai dasar itu dapat juga berlandaskan pada hakikat suatu benda , kuantital, kualitas, aksi relasi ruang maupun waktu. Demikianlah sehingga nilai dasar dapat juga di sebut sebagai sumber norma yang pada gilirannya di jabarkan atau di relisasikan dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis.
B. Nilai Intrumental
Nilai intrumental yang merupakan suatu pedoman yang dapat di ukur dan di arahkan. Bilamana nilai intrumental tersebut berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka hal ini merupakan suatu nilai norma. Dan nilai intrumental sendiri juga dapat di katakan bahwa nilai intrumental itu merupakan suatu eksplistasi dari nilai dasar.
C. Nilai Praksis
Nilai praksis pada hakekatnya merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai intrumental dalam suatu kehidupan yang nyata. Artinya oleh karna nilai dasar, nilai intrumental dan nilai praksis itu merupakan suatu sistem perwujutannya tidak boleh menyimpang dari sistem tersebut.

2.4       Hubungan antara Nilai, Norma dan Moral
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang  seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak  boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.


2.5       Pengertian Politik
Pengertian politik berasal dari kata Politics yang memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses tujuan penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu yang menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang dipilih.
Untuk pelaksanaan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum, yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari sumber-sumber yang ada.  Untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suartu kekuasaan, dan kewenangan yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan. Tanpa adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka (statement of intents) yang tidak akan pernah terwujud. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai pplitik, lembaga masyarakat maupun perseorangan.

2.6       Pengertian Etika Politik
Sebagai salah satu cabang etika, khususnya etika politik termasuk dalam lingkungan filsafat. Filsafat yang langsung mempertanyakan praksis manusia adalah etika. Etika mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia. Ada bebagai bidang etika khusus, seperti etika individu, etika sosial, etika keluarga, etika profesi, dan etika pendidikan.dalam hal ini termasuk etika politik yang berkenaan dengan dimensi politis kehidupan manusia.
Etika berkaitan dengan norma moral, yaitu norma untuk mengukur betul salahnya tindakan manusia sebagai manusia. Dengan demikian, etika politik mempertanyakan tanggung jawab dan kewajiban manusia sebagai manusia dan bukan hanya sebagai warga Negara terhadap Negara, hukum yang berlaku dan lain sebagainya.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah idiologis dapat dijalankan secara obyektif.
Hukum dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hukum dan kekuasaan. Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu Negara adalah adanya cita-cita The Rule Of Law, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan ham menurut kekhasan paham kemanusiaan dan sturktur kebudayaan masyarakat masing-masing dan keadaan sosial.

2.7       Lima Prinsip Dasar Etika Politik Pancasila
Pancasila sebagai etika politik maka mempunyai lima prinsip itu berikut ini disusun menurut pengelompokan Pancasila, karena Pancasila memiliki logika internal yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan dasar etika politik modern.
1. Pluralisme
Pluralisme adalah kesediaan untuk menerima pluralitas, artinya untuk hidup dengan positif, damai, toleran, dan biasa/normal bersama warga masyarakat yang berbeda pandangan hidup, agama, budaya, adat. Pluralisme  mengimplikasikan pengakuan terhadap kebebasan beragama, kebebasan berpikir, kebebasan mencari informasi, toleransi. Pluralisme memerlukan kematangan kepribadian seseorang dan sekelompok orang.
2. Hak Asasi Manusia
Jaminan hak-hak asasi manusia adalah bukti Kemanusian yang adil dan beradab. Karena hak-hak asasi manusia menyatakan bagaimana manusia wajib diperlakukan dan wajib tidak diperlakukan. Jadi bagaimana manusia harus diperlakukan agar sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Karena itu, hak-hak asasi manusia adalah baik mutlak maupun kontekstual dalam pengertian sebagai berikut.
a.         Mutlak karena manusia memilikinya bukan karena pemberian Negara, masyarakat, melainkan karena pemberian Sang Pencipta .
b.         Kontekstual karena baru mempunyai fungsi dan karena itu mulai disadari, diambang modernitas di mana manusia tidak lagi dilindungi oleh adat/tradisi, dan seblaiknya diancam oleh Negara modern.
3. Solidaritas Bangsa
Solidaritas bermakna manusia tidak hanya hidup demi diri sendiri, melainkan juga demi orang lain, bahwa kita bersatu senasib sepenanggungan. Manusia hanya hidup menurut harkatnya apabila tidak hanya bagi dirinya sendiri, melainkan menyumbang sesuatu pada hidup manusia-manusia lain. Sosialitas manusia berkembang secara melingkar yaitu keluarga, kampung, kelompok etnis, kelompok agama, kebangsaan, solidaritas sebagai manusia.  Maka di sini termasuk rasa kebangsaan. Manusia menjadi seimbang apabila semua lingkaran kesosialan itu dihayati dalam kaitan dan keterbatasan masing-masing.
4. Demokrasi
Prinsip “kedaulatan rakyat” menyatakan bahwa tak ada manusia atau sebuah elit atau sekelompok ideologi berhak untuk menentukan dan memaksakan orang lain harus atau boleh hidup. Demokrasi berdasarkan kesadaran bahwa mereka yang dipimpin berhak menentukan siapa yang memimpin mereka dan kemana mereka mau dipimpin. Jadi demokrasi memerlukan sebuah system penerjemah kehendak masyarakat ke dalam tindakan politik.
Demokrasi hanya dapat berjalan baik atas dua dasar yaitu :
1.      Pengakuan dan jaminan terhadap HAM; perlindungan terhadap HAM menjadi prinsip mayoritas tidak menjadi kediktatoran mayoritas.
2.      Kekuasaan dijalankan atas dasar, dan dalam ketaatan terhadap hukum (Negara hukum demokratis). Maka kepastian hukum merupakan unsur harkiki dalam demokrasi (karena mencegah pemerintah yang sewenang-wenang).
5. Keadilan Sosial
Keadilan merupakan norma moral paling dasar dalam kehidupan masyarakat. Moralitas masyarakat mulai dengan penolakan terhadap ketidakadilan. Tuntutan keadilan sosial tidak boleh dipahami secara ideologis, sebagai pelaksanaan ide-ide, ideologi-ideologi, agama-agama tertentu, keadilan sosial tidak sama dengan sosialisme. Keadilan sosial adalah keadilan yang terlaksana. Dalam kenyataan, keadilan sosial diusahakan dengan membongkar ketidakadilan-ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Ketidakadilan adalah diskriminasi di semua bidang terhadap perempuan, semua diskriminasi atas dasar ras, suku dan budaya.
Untuk itu tantangan etika politik paling serius di Indonesia sekarang adalah:
1.      Kemiskinan, ketidakpedulian dan kekerasan sosial.
2.      Ekstremisme ideologis yang anti pluralism, pertama-tama ekstremisme agama dimana mereka yang merasa tahu kehendak Tuhan merasa berhak juga memaksakan pendapat mereka pada masyarakat.
3.      Korupsi

2.8       Dimensi Politisi Manusia
A. Manusia sebagai Makhluk Individu – Sosial
Paham individualisme yang merupakan cikal bakal paham liberalisme, memandan manusia sebagai makhluk individu yang bebas. Segala hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama senantiasa diukur berdasarkan kepentingan dan tujuan berdasarkan paradigma sifat kodrat manusia sebagai individu. Kalangan kolektivisme merupakan cikal bakal sosialisme dan komunisme memandang sifat kodrat manusia sebagai makhluk sosial saja. Manusia di pandang sebagai sekedar sarana bagi masyarakat. Segala hak dan kewajiban baik moral maupun hukum, dalam hubungan masyarakat, bangsa dan negara senantiasa diukur berdasarkan filosofi manusia sebagai makhluk sosial.
Manusia sebagai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain, hal ini di karenakan manusia sebagai warga masyrakat atau sebagai makhluk sosial. Manusia di dalam hidupnya mampu bereksistensi karena orang lain dan ia hanya dapat hidup dan berkembang karena dalam hubungannya dengan orang lain. Segala keterampilan yang dibutuhkannya agar berhasil dalam segala kehidupannya serta berpartisipasi dalam kebudayaan diperolehnya dari masyarakat.
Dasar filosofis sebagai mana terkandung dalam Pancasila yang nilainya terdapat dalam budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah bersifat ‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsaan dan kenegaraan Indonesia, bukanlah totalitas individualistis ataupun sosialistis melainkan monodualistis.

B. Dimensi Politis Kehidupan Manusia
Berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis mencakup lingkaran kelembagan hukum dan negara, sistem – sitem nilai serta ideologi yang memberikan legitmimasi kepadanya. Dalam hubungan dengan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi politis manusia senntiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa berkaitn dengan kehidupan masyrakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan bersifat politis manakala diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai suatu keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis manusia dapat ditentukan sebagai suatu kesadaran manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota masyarakat sebagai sutu keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya dan di tentukan kembali oleh kerangka kehidupannya serta ditentukan kembali oleh tindakan – tindakannya.
Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundmental, yaitu pengertian dan kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan dengan tindakkan moral manusia.

2.9       Nilai-nilai yang Terkandung Dalam Pancasila Sebagai Sumber Etika Politik
Sila pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘ Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’ adalah merupakan sumber nilai –nilai moral bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, etika politik menuntut agar kekuasaan dalam negeri di jalankan sesuai dengan:
a)      Asas legalitas ( legitimasi hukum).
b)      Di sahkan dan dijalankan secara demokratis ( legitimasi demokratis)
c)      Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan, kenijaksanan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenangan harus berdasarka legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral kemanusiaan ( sila 2). Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam hidup bersama ( keadilan sosial ) sebgai mana terkandung dalam sila 5, adalah merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan dan pnyelenggraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang berlaku.
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu rakyat adalah merupakan asal mula kekuasan negara. Oleh karena itu pelaksanaan dan pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan, serta kewenangan harus dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung pokok Negara.

3.0 Kedudukan Pancasila sebagai Pandangan Hidup, Dasar Negara, dan Ideologi Bangsa
            3.0.1 Kedudukan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Pandangan hidup tersebut berfungsi sebagai kerangka acuan untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
Sebagai makhluk individu dan sosial manusia akan senantiasa hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam kehidupan bersama tersebut, muncul pandangan hidup dalam masyarakat yang dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa, selanjutnya pandangan hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sehingga dalam Pancasila terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan serta dasar pemikiran dan gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik (Darmohardjo, 1996).

            3.0.2 Kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia

            Pancasila sebagai dasar negara merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur penyelenggaraan negara. Akibatnya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara terutama peraturan perundang-undangan harus dijabarkan dan dirumuskan dari nilai-nilai Pancasila. Maka Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukumyang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.
Menurut Kaelan (2004) kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai berikut:
·         Pancasila sebagai dasar negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Sehingga Pancasila merupakan asas kerokhanian tertib hukum Indonesia.
·         Meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945.
·         Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis.
·         Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan penyelenggara negara memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
·         Pancasila sebagai sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara Negara, dan para pelaksana pemerintahan.
Dasar formal kedudukan Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV, Ketetapan No. XX/MPRS/1966, Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978.

            3.0.3 Kedudukan Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
            Sebagai suatu ideologi bangsa dan Negara Indonesia maka pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia, namun pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai budaya serta nilai religious yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk Negara, dengan kata lain unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan kausa materialis (asal bahan) pancasila.
1.      Pengertian Ideologi
Istilah ideologi berasal dari kata ‘idea’ yang berarti “gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita’ dan ‘lagos’ yang berarti ‘ilmu’. Kata ‘idea’ berasal dari kata bahasa Yunani ‘eidos’ yang berarti ‘bentuk’. Di samping itu ada kata ‘idein’ yang artinya ‘melihat’. Maka secara harafiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ‘idea’disamakan artinya dengan ‘cita-cita’. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Memang pada hakikatnya, antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan satu kesatuan. Dasar ditetapkan karena atas suatu landasan, asas atau dasar yang telah ditetapkan pula. Dengan demikian ideologi mencangkup pengertian tentang idea-idea, pengertian dasar, gagasan dan cita-cita (Kaelan, 2004).
2.      Pancasila sebagai Ideologi terbuka dan ideologi tertutup
Ideologi sebagai suatu sistem pemikiran (system of thought), maka ideologi terbuka itu merupakan suatu sistem pemikiran terbuka, sedangkan ideologi tertutup itu merupakan suatu sistem pemikiran tertutup. Suatu ideologi tertutup dapat dikenali dari berbagai ciri khas. Ideologi itu bukan cita-cita yang sudah hidup dalam masyarakat, melainkan merupakan cita-cita suatu kelompok orang yang mendasari suatu program untuk mengubah dan memperbaharui masyarakat. Dengan demikian adalah menjadi cita-cita ideologi tertutup, bahwa atas nama ideologi dibenarkan pengorbanan-pengorbanan yang dibebankan kepada masyarakat.
3.      Hubungan antara filsafat dan ideologi
Filsafat sebagai pandangan hidup dan hakikatnya merupakan system nilai yang secara epistemologis kebenarannya telah diyakini sehingga dijadikan dasar atau pedoman hidup manusia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara, tentag makna hidup serta sebagai dasar pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupan (Abdulgani, 1986).
Tiap ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita-cita yang mendasar dan menyeluruh yang saling menjalin menjadi satu sistem pemikiran yang logis dan bersumber kepada filsafat. Dengan kata lain, ideologi sebagai system of trought mencari nilai, norma dan cita-cita yang bersumber kepada filsafat.
Jadi filsafat sebagai dasar dan sumber bagi perumusan ideologi yang menyangkut stategi dan doktrin, telah timbul di dalam kehidupan bangsa dan Negara, termasuk di dalamnya menentukan sudut pandang atau filsafat hidup yang merupakan norma ideal yang melandasi ideologi (Kaelan, 2004).

3.1 Kedudukan Pancasila sebagai jati diri Bangsa Indonesia
Pancasila adalah suatu filsafat yang merupakan fundamen pikiran, jiwa dan hasrat yang sedalam-dalamnya yang di atasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan abadi. (Prof. Drs. Sunaryo Wreksosuhardjo, 2008). Tidak pernah ada suatu bangsa hidup terpisah dari akar tradisinya sebagaimana tidak ada pula suatu bangsa yang hidup tanpa pengaruh dari luar. Bangsa yang besar adalah bangsa yang hidup dengan kelenturan budayanya untuk mengadaptasi unsur-unsur luar yang dianggap baik dan dapat memperkaya nilai-nilai lokal yang dimiliki. Ketidakmampuan beradaptasi dengan budaya luar acap kali menempatkan bangsa tersebut ke dalam kisaran kekeringan atau kekerdilan identitas. Namun demikian, terlalu terobsesi dengan budaya luar dan pada saat yang sama mencampakkan tradisi dan nilai-nilai baik lokal berpeluang menjadikan bangsa tersebut kehilangan identitas. Akibatnya bangsa tersebut tidak pernah menjadi dirinya sendiri.
Yang dimaksud jati diri bangsa adalah pandangan hidup yang berkembang didalam masyarakat yang menjadi kesepakatan bersama, berisi konsep, prinsip, dan nilai dasar yang diangkat menjadi dasar negara sebagai landasan statis, ideologi nasional, dan sebagai landasan dinamis bagi bangsa yang bersangkutan dalam menghadapi segala permasalahan menuju cita-citanya.


Pancasila menjadi jati diri bangsa Indonesia mengandung arti bahwa Pancasila menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang tidak ditemukan pada bangsa lain. Oleh karena itu bangsa Indonesia berkewajiban mempertahankan kemurnian Pancasila ditengah gencarnya arus globalisasi. Selain itu, Pancasila tidak hanya dijadikan pedoman bangsa, namun harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, agar tetap tegak berdiri dalam wadah NKRI