STOP KEKERASAN PADA ANAK!


ANAK ADALAH GENERASI PENERUS BANGSA,
STOP KEKERASAN PADA ANAK!



Indonesia saat ini sedang maraknya kasus penelantaran serta kekerasan pada anak. Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat setiap tahunnya. Hal itu berdasarkan penerimaan pelaporan atau pengaduan ke KPAI dalam kurun waktu 2011-2014. Wilayah tindak kekerasan juga semakin meluas dan tindak kekerasan semakin kompleks. Dari data KPAI di dapat anak berhadapan dengan hukum dan tidak kekerasan menempati peringkat paling atas alias paling banyak di laporkan ke KPAI. Kedua jenis pelanggaran hak anak itu pada 2011 berjumlah 261 kemudian meningkat menjadi 487 laporan pada 2012. Meningkat lagi menjadi 508 laporan pada 2013 dan 456 laporan sampai September 2014.
 Penelantaran anak merupakan gagalnya tanggung jawab dari orang dewasa atau orang tua dalam  menyediakan kebutuhan anak, berbagai keperluan seperti fisik, emosional, pendidikan, dan medis. Kegagalan pada keperluan fisik yaitu kegagalan orang tua untuk menyediakan makanan yang cukup, pakaian, atau kebersihan. Keperluan  emosional berupa gagalnya orang tua untuk memberikan pengasuhan atau kasih sayang. Keperluan pendidikan berupa gagalnya orang tua untuk menyekolahkan anak, dan keperluan medis yaitu gagalanya orang tua untuk mengobati anak atau membawa anak ke dokter saat sakit. Sedangkan kekerasan pada anak merupakan suatu tindakan kekerasan secara fisik, seksual, penganiayaan emosional, atau pengabaian terhadap anak. Di Amerika Serikat,  Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) mendefinisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau serangkaian tindakan wali atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang dihasilkan dapat membahayakan, atau berpotensi bahaya, atau memberikan ancaman yang berbahaya kepada anak. Adapun kategori-kategori utama tindak kekerasan terhadap anak yaitu,  kekerasan fisik, pelecehan emosional/psikologis, dan pelecehan seksual anak.
Bentuk kekerasan fisik melibatkan tindakan meninju, memukul, menendang, mendorong, menampar, membakar, membuat memar, menarik telinga atau rambut, menusuk, membuat tersedak atau menguncang seorang anak. Kategori pelecehan emosional/psikologis dapat berupa  nama panggilan, ejekan, degradasi, perusakan harta benda, penyiksaan atau perusakan terhadap hewan peliharaan, kritik yang berlebihan, tuntutan yang tidak pantas atau berlebihan, pemutusan komunikasi, dan pelabelan sehari-hari atau penghinaan dan lain sebagainya yang dapat merusak psikologis anak.  Sedangkan bentuk pelecehan seksual anak termasuk meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual (terlepas dari hasilnya), paparan senonoh dari alat kelamin kepada anak, menampilkan pornografi kepada anak, kontak seksual yang sebenarnya terhadap anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak, melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik, atau menggunakan anak untuk memproduksi pornografi anak.
Dari kategori-kategori tersebut, tempat yang menjadi sasaran tindak kekerasan pada anak adalah sebagian besar terjadi di rumah pada lingkungan keluarga. Namun, tindak kekerasan pada anak juga dapat terjadi dilingkungan sekolah bahkan dilingkungan sosial atau dalam suatu komunitas. Mengingat tempat-tempat tersebut merupakan sasaran bagi orang-orang melakukan tidak kekerasan pada anak, seharusnya selain pemerintah peran masyarakat sekitar yang ada disekeliling anak juga harus berperan penting dalam melindungi anak. Sedangkan pemerintah sudah banyak melakukan upaya-upaya pemberantasan kekerasan terhadap anak tetapi sampai saat ini kasus penelantaran serta kekerasan pada anak masih saja terjadi bahkan kian parah dan tidak manusiawi. Seperti kasus yang terjadi baru-baru ini yang menimpa gadis kecil Angeline.
Mengingat sedemikian kompleksnya kekerasan anak ini seperti kasus Angeline serta kasus-kasus yang serupa, maka usaha pencegahan kekerasan pada anak tidak hanya tergantung pada program dan layanan yang telah disediakan oleh pemerintah melainkan juga sangat tergantung pada bagaimana pemerintah dan masyarakat memaknai isu kekerasan tersebut. Maka sudah sepantasnya masyarakat Indonesia untuk bergerak lebih aktif dalam upaya pemerantasan tindak penelantaran serta kekerasan pada anak. Adapun hal yang dapat dilakukan masyarakat selain menggerakkan program-program dari pemerintah adalah beberapa tindakan nyata seperti membentuk suatu forum peduli terhadap anak dengan berbagai program-program yang mendukung gerakan anti penelantaran serta kekerasan pada anak.
Bercermin dari itu, saya selaku calon mahasiswa baru berencana untuk membangun sebuah Forum Anti Penelantaran dan Kekerasan pada Anak (FAPKA). Dalam forum ini saya akan menggeraknya salah satu program kampanye kreatif kepada masyarakat  untuk merangkul anak-anak terlantar atau korban kekerasan. Pelaksanaan program ini didukung dengan pembentukan forum yang terdiri dari anak-anak, mahasiswa, serta masyarakat yang peduli dengan hak perlindungan anak. Adapun tujuan terbentukanya FAPKA adalah untuk mengembalikan hak-hak anak terlantar dan korban kekerasan, serta mengembalikan semangat anak-anak itu seperti semula.
Program utama dari FAPKA adalah merangkul anak-anak yang teralantar dan korban kekerasan. Anak-anak yang dijumpai di jalanan seperti, pengemis anak-anak, pedagang dibawah umur, pemulung dibawah umur dan yang setara lainnya. Selanjutnya, anak-anak tersebut akan kita ajak secara spontan ke tempat-tempat yang memungkinkan untuk memberikan mereka edukasi seperti ke museum, taman baca, tempat rekreasi untuk mengembalikan hak masa kanak-kananknya. Melalui secara spontan pula kami akan memberikan edukasi mengenai ilmu pengetahuan serta motivasi-motivasi untuk memberikan semangat kepada meraka. Di lain hal itu, kami juga akan memberikan bantuan secara bertahap kepada anak-anak korban kekerasan. Seperti dengan melakukan kunjungan ke rumahnya untuk membangun kembali semangatnya.
Selain kegiatan di atas, kegiatan lain juga akan kami gerakkan kepada orang tua berupa sosialisasi dan penyuluhan setiap tiga bulan sekali di Balai Desa. Program tersebut akan diarahkan khusus untuk para orang tua, sebab orang tua merupakan figur utama yang  berhubungan dengan anak. Namun, tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat sekitar untuk ikut serta pada program tersebut. Adanya program ini bermaksud untuk mengarahkan orang tua dan masyarakat agar mampu mengembalikan hak-hak anak serta berupaya meminimalisir kasus penelantaran dan kekerasan pada anak.
Dari program yang ingin saya gerakkan merupakan wujud nyata yang sudah sepantasnya digerakkan oleh generasi-generasi muda Indonesia.  Mengingat maraknya kasus penelantaran serta kekerasan pada anak kita harusnya bercermin untuk memberikan perubahan dari keadaan tersebut. Padahal anak Indonesia merupakan generasi yang akan membangun Indonesia dimasa mendatang. Apabila penelantaran serta kekersan pada anak masih terjadi di Indonesia, bagaimana masa depan Indonesia demasa mendatang? Nah oleh sebab itu, mari kita bersama-sama membangun Indonesia. Tunjukan aksi-aksi nyata yang memberikan kontribusi terhadap masa depan Indonesia yang lebih baik melalui FAPKA. Melalui FAPKA, kembalikan hak-hak anak yang telah terenggut dan bangun generasi Indonesia yang lebih baik.

“Setiap anak berhak menghirup udara KEBEBASAN”, maka STOP KEKERASAN PADA ANAK!